Toxic Friendship? Apa itu?
Helloooooo, Semuanya. Apa kabar? Semoga baik-baik aja ya.
Di tulisan gue kali ini gue ingin membahas soal 'Toxic Friendship'. Dari berhari-hari yang lalu atau berminggu-minggu yang lalu 'Toxic Friendship' ini sering banget gue baca di sosial media sampai akhirnya gue penasaran sendiri apasih toxic friendship itu. Menurut artikel-artikel yang gue baca, toxic friendship adalah hubungan pertemanan di mana satu pihak lebih diuntungkan karena ada pihak lain yang dirugikan. Jadi semacam apa ya analoginya, simbiosis parasitisme? Satu diuntungkan satu rugi?
Nah, di tulisan kali ini, gue akan membahas soal toxic friendship menurut versi gue. Dari sudut pandang gue, gue merasa cukup banyak orang yang mudah terpengaruh setelah berteman dengan seseorang yang lain, baik itu perubahaan positif maupun negatif. Di saat suatu pertemanan menimbulkan dampak negatif sekecil apapun itu, menurut gue pertemanan itu udah tergolong toxic. Yang gue maksud toxic di sini adalah merugikan untuk seseorang itu, baik merugikan dalam konteks yang sempit maupun konteks yang luas.
Belum lama ini gue dan temen-temen gue sempat rame karena mau diadain study tour ke Bali
—LIBURAN SEBENTAR LAGI, HEHE
—dan salah satu topik yang sempat jadi pembahasan kita adalah sekelompok anak-anak yang kayak sebuah geng gitu. Jadi, friends, study tour ini tuh punya ketentuan, ketentuannya adalah kita harus pesen atau booking bis, tempat duduk, dan kamar hotel. Mau di bus apa? Nomer berapa? Bareng sama siapa? Jadi dari situ, kita bebas mau duduk di mana di bus apa asalkan enggak keduluan.
Pada saat udah banyak kelas yang booking tempat duduk karena memang pada berlomba-lomba banget, anak-anak yang tergabung dalam geng yang gue sebut di atas itu jadi salah satu yang paling dihindari sama kebanyakan anak seangkatan. Banyak yang berharap enggak satu bus sama mereka karena apa ya, mereka udah kayak pentolan sekolah dan hampir semua anak angkatan kelakuan mereka kayak apa dan ya, banyak stigma negatif dari situ.
Dari yang gue lihat, pertemanan mereka memang enggak sehat-sehat amat. Mereka perempuan, tapi bicara mereka kayak gak kejaga, sering ngucapin kata-kata kotor, dan enggak senonoh. Di lihat dari luarnya mereka juga kelihatan sombong dan kayak punya kelas sendiri yang jauh lebih tinggi daripada anak lainnya, padahal menurut gue mereka biasa aja. Yah, gue memang gak tau banyak tentang mereka, tapi dari pengakuan temen ekskul gue yang satu kelas sama mereka, memang bisa dibilang pertemanan mereka itu enggak senormalnya pertemanan orang lain.
Nah, guys, salah satu anak dari anggota geng itu adalah temen gue SMP dan gue dulu sekelas bahkan deket banget kayak temen udah kenal lama. Dia pinter, humoris, sering ngelakuin kekonyolan tapi justru itu yang buat orang pengen temenan sama dia, karena dijamin hari-hari akan dipenuhi oleh canda tawa yang bisa bikin bahagia. Nah, waktu masuk SMA dia enggak satu kelas lagi sama gue, so, gue jadi jauh dan jarang ketemu sama dia, padahal satu SMA, tapi jarang ketemu, tapi ya emang kayak gitu kenyataannya.
Jadi, dulu waktu awal banget masuk SMA, gue mengenali sesosok cewek yang gaya pakaiannya dia cukup nyleneh, rok hampir di atas mata kaki, baju seragam lengan panjang dia gulung, dan parahnya lagi, dia pakai make up. Buat yang heran kenapa gue nyebut itu parah, karena di lingkungan sekitar gue, untuk anak seusia baru lulus SMP dan udah pakai make up apalagi ke sekolah itu rasanya WOW banget meskipun ya make up nya bisa dibilang natural banget. Tapi tetep aja kan guys, menurut gue itu aneh aja gitu, jadi gue lumayan ngenalin wajah dia.
Dia, cewek yang menurut gue aneh tadi, ternyata dia satu geng sama temen gue SMP yang gue bilang tadi. Awalnya yang gue tahu mereka cuma satu kelas, udah gitu doang. Taunya mereka jadi satu geng sampai sekarang. Dan sekarang, udah di kelas 11, dia, temen gue SMP itu mulai menunjukan perubahan-perubahan, entah apa yang membuat dia bisa bergaul dengan anak-anak satu gengnya yang bisa dibilang punya kepribadian yang lumayan beda. Temen gue itu, nyelenehnya ke arah humor, tapi temen-temen satu gengnya itu nyelenehnya ke arah yang kebanyakan enggak disukai orang lain. Gue sampai sekarang masih sering bertanya-tanya, kok bisa ya?
Jadi, dari yang gue ceritain di atas itu, gue beranggapan bahwa pertemanan yang seperti itu udah bisa dibilang toxic. Ketika suatu pertemanan membawa lo ke arah yang lebih buruk dan itu terjadi terus-menerus tanpa ada imbangan hal-hal positifnya, menurut gue itu udah jadi toxic friendship. Karena hal sekecil apapun itu, bisa terus bertumbuh dan jadi besar ketika enggak ada tindakan untuk mencegah hal kecil itu bertambah besar dalam jangka waktu yang lama. Ketika lo nggak bisa jadi diri sendiri di depan teman-teman lo, mungkin aja itu bisa jadi indikasi kalau pertemanan kalian itu toxic.
Jadi, guys, itulah pandangan gue tentang toxic friendship. Bisa diterima atau enggak itu kembali lagi ke kalian, karena pandangan orang beda-beda. Udah ya, sekian dulu dari gue di tulisan kali ini. Jika ada salah atau ada hal yang tidak berkenan, gue mohon maaf dan dengan kelapangan hati gue memberi kesempatan bagi kalian yang ingin berpendapat tentang toxic friendship atau ngomentarin tulisan gue ini, jangan cuma disimpen dalam hati, tulis aja di kolom komentar, oke?
Sekian dulu.
Best regard, Ayu Rahmi.
Di tulisan gue kali ini gue ingin membahas soal 'Toxic Friendship'. Dari berhari-hari yang lalu atau berminggu-minggu yang lalu 'Toxic Friendship' ini sering banget gue baca di sosial media sampai akhirnya gue penasaran sendiri apasih toxic friendship itu. Menurut artikel-artikel yang gue baca, toxic friendship adalah hubungan pertemanan di mana satu pihak lebih diuntungkan karena ada pihak lain yang dirugikan. Jadi semacam apa ya analoginya, simbiosis parasitisme? Satu diuntungkan satu rugi?
Nah, di tulisan kali ini, gue akan membahas soal toxic friendship menurut versi gue. Dari sudut pandang gue, gue merasa cukup banyak orang yang mudah terpengaruh setelah berteman dengan seseorang yang lain, baik itu perubahaan positif maupun negatif. Di saat suatu pertemanan menimbulkan dampak negatif sekecil apapun itu, menurut gue pertemanan itu udah tergolong toxic. Yang gue maksud toxic di sini adalah merugikan untuk seseorang itu, baik merugikan dalam konteks yang sempit maupun konteks yang luas.
Belum lama ini gue dan temen-temen gue sempat rame karena mau diadain study tour ke Bali
—LIBURAN SEBENTAR LAGI, HEHE
—dan salah satu topik yang sempat jadi pembahasan kita adalah sekelompok anak-anak yang kayak sebuah geng gitu. Jadi, friends, study tour ini tuh punya ketentuan, ketentuannya adalah kita harus pesen atau booking bis, tempat duduk, dan kamar hotel. Mau di bus apa? Nomer berapa? Bareng sama siapa? Jadi dari situ, kita bebas mau duduk di mana di bus apa asalkan enggak keduluan.
Pada saat udah banyak kelas yang booking tempat duduk karena memang pada berlomba-lomba banget, anak-anak yang tergabung dalam geng yang gue sebut di atas itu jadi salah satu yang paling dihindari sama kebanyakan anak seangkatan. Banyak yang berharap enggak satu bus sama mereka karena apa ya, mereka udah kayak pentolan sekolah dan hampir semua anak angkatan kelakuan mereka kayak apa dan ya, banyak stigma negatif dari situ.
Dari yang gue lihat, pertemanan mereka memang enggak sehat-sehat amat. Mereka perempuan, tapi bicara mereka kayak gak kejaga, sering ngucapin kata-kata kotor, dan enggak senonoh. Di lihat dari luarnya mereka juga kelihatan sombong dan kayak punya kelas sendiri yang jauh lebih tinggi daripada anak lainnya, padahal menurut gue mereka biasa aja. Yah, gue memang gak tau banyak tentang mereka, tapi dari pengakuan temen ekskul gue yang satu kelas sama mereka, memang bisa dibilang pertemanan mereka itu enggak senormalnya pertemanan orang lain.
Nah, guys, salah satu anak dari anggota geng itu adalah temen gue SMP dan gue dulu sekelas bahkan deket banget kayak temen udah kenal lama. Dia pinter, humoris, sering ngelakuin kekonyolan tapi justru itu yang buat orang pengen temenan sama dia, karena dijamin hari-hari akan dipenuhi oleh canda tawa yang bisa bikin bahagia. Nah, waktu masuk SMA dia enggak satu kelas lagi sama gue, so, gue jadi jauh dan jarang ketemu sama dia, padahal satu SMA, tapi jarang ketemu, tapi ya emang kayak gitu kenyataannya.
Jadi, dulu waktu awal banget masuk SMA, gue mengenali sesosok cewek yang gaya pakaiannya dia cukup nyleneh, rok hampir di atas mata kaki, baju seragam lengan panjang dia gulung, dan parahnya lagi, dia pakai make up. Buat yang heran kenapa gue nyebut itu parah, karena di lingkungan sekitar gue, untuk anak seusia baru lulus SMP dan udah pakai make up apalagi ke sekolah itu rasanya WOW banget meskipun ya make up nya bisa dibilang natural banget. Tapi tetep aja kan guys, menurut gue itu aneh aja gitu, jadi gue lumayan ngenalin wajah dia.
Dia, cewek yang menurut gue aneh tadi, ternyata dia satu geng sama temen gue SMP yang gue bilang tadi. Awalnya yang gue tahu mereka cuma satu kelas, udah gitu doang. Taunya mereka jadi satu geng sampai sekarang. Dan sekarang, udah di kelas 11, dia, temen gue SMP itu mulai menunjukan perubahan-perubahan, entah apa yang membuat dia bisa bergaul dengan anak-anak satu gengnya yang bisa dibilang punya kepribadian yang lumayan beda. Temen gue itu, nyelenehnya ke arah humor, tapi temen-temen satu gengnya itu nyelenehnya ke arah yang kebanyakan enggak disukai orang lain. Gue sampai sekarang masih sering bertanya-tanya, kok bisa ya?
Jadi, dari yang gue ceritain di atas itu, gue beranggapan bahwa pertemanan yang seperti itu udah bisa dibilang toxic. Ketika suatu pertemanan membawa lo ke arah yang lebih buruk dan itu terjadi terus-menerus tanpa ada imbangan hal-hal positifnya, menurut gue itu udah jadi toxic friendship. Karena hal sekecil apapun itu, bisa terus bertumbuh dan jadi besar ketika enggak ada tindakan untuk mencegah hal kecil itu bertambah besar dalam jangka waktu yang lama. Ketika lo nggak bisa jadi diri sendiri di depan teman-teman lo, mungkin aja itu bisa jadi indikasi kalau pertemanan kalian itu toxic.
Jadi, guys, itulah pandangan gue tentang toxic friendship. Bisa diterima atau enggak itu kembali lagi ke kalian, karena pandangan orang beda-beda. Udah ya, sekian dulu dari gue di tulisan kali ini. Jika ada salah atau ada hal yang tidak berkenan, gue mohon maaf dan dengan kelapangan hati gue memberi kesempatan bagi kalian yang ingin berpendapat tentang toxic friendship atau ngomentarin tulisan gue ini, jangan cuma disimpen dalam hati, tulis aja di kolom komentar, oke?
Sekian dulu.
Best regard, Ayu Rahmi.
Komentar
Posting Komentar
Show your manners, no rude comment, please. Thank you,